Ketika
musik cintamu mulai beralun, apakah kau akan ikut menari bersamanya?
![]() |
Ilustrasi by : @Annisa_nozo |
“Indah”
desisku sambil menyeruput sedikit demi sedikit coklat panas.
“Ara, bukannya hari ini
kamu ada mata kuliah?” teriakan Alice, kakak tertuaku, sukses membuatku bangkit, dan mengecek jadwal mata
kuliahku.
“Oh Tuhan, bagaimana aku bisa lupa, terimakasih” ucapku
sambil mengecup pipi Liz. Kudengar Liz menggerutu lantaran aku cium. Dia sering
bilang kalau aku harus punya pacar. Supaya tidak sering untuk menciumnya. Tapi,
meskipun menggerutu toh, bisa kulihat lama-lama dia juga mulai berhenti protes
(mungkin saat ini belum) dan (aku yakin) akan terbiasa dengan ciumanku yang
maut. Hihihi..
# # #
Kurapatkan jaket coklatku, angin masih saja bisa menyusup
masuk. Brr..dingin, walaupun Surabaya termasuk kota dan katanya panas-nya
naudzubilleh, tapi yakin kalau hujan, dinginnya juga sama-sama dahsyatnya.
Kukeluarkan sepeda putihku, jarak kampus dengan rumah
memang dekat. Selain untuk mengurangi gas pembobol atmosfer, juga menabung
untuk modal membuka toko bunga. Hahaha aku memang suka bahkan tergila-gila
dengan makhluk tuhan satu ini.
Sudah
jam 2, kukayuh sepedaku. Jas hujan ini memperlambat laju sepeda, rasanya ingin
saja kucopot, dan bersenang-senang dengan butiran air yang jatuh, pasti
menyegarkan. Lagipula, bukan pilihan yang tepat terlambat dalam mata kuliah Pak
Wira, karena akan kupastikan dia akan mengeluarkan hawa dinginnya, menghisap
kebahagiaan di rona wajahmu seperti dementor.
Kadang aku berandai hidup di dunia sihir lalu kusihir dia dengan patronusku dan
cling! Dunia damai, Pak Wira hilang dari peradaban.
Sesampainya di kampus, kepalaku melongok ke kelas, kusapu
pandanganku ke seluruh kelas. Yap! tepat waktu, Pak Wira belum datang.
Kuperhatikan dengan seksama setiap ucapan Pak Wira,
kucatat setiap hal yang penting. Mau nggak mau, kehidupan perkuliahanku berada
di tangan master ini.
“sssst…Ara” ada desahan nafas yang terdengar
seperti namaku, aku menoleh tapi tak kudapati siapa-siapa disana. Bulu kudukku
mulai berdiri. Tenang jangan takut dulu, seingatku kisahku ini bukan tentang
hantu, atau makhluk antah berantah.
“Ara…” lagi-lagi suara itu muncul.
“Pluk!” bagus, bukan hanya desahan nafas
yang terdengar seperti namaku yang aku dapatkan. Tapi juga bola kertas.
Setidaknya, membuatku yakin bukan hantu yang akan kuhadapi. Kuambil bongkahan
bola kertas itu, kubuka perlahan.
lihat
arah jam 3 begitu aku menoleh, di
sanalah ciptaan Tuhan yang ter-rese melemparkan senyum kepadaku. Dia Nagihiko,
setahun lebih tua, matanya sipit yang mengernyit ketika berpikir membuatnya
semakin tampan, dan satu hal lagi. Dia adalah sahabatku sejak kecil.
Dia berpindah tempat tepat di sampingku.
“Apa yang kau lakukan disini?” tanyaku, sambil terus
mencatat apa yang di katakan oleh Pak Wira.
“Aku bosan” jawabnya malas bersandar di kursi dan
meletakkan kakinya di atas meja. Aku hanya melihatnya, dan melengos.
“Hei ada apa?” ternyata dia cukup peka juga, sehingga
cukup mengerti arti tatapan mataku.
“Kembalilah ke kelasmu, jadilah pengacara yang baik”
ucapku sambil terus mencatat setiap kalimat Pak Wira. Terkadang bisa kulihat
tetes-tetes ludahnya muncrat kemana-mana. Oh ya, for your information, Nagi adalah mahasiswa hukum, sedangkan aku
pendidikan.
Tiba-tiba saja Nagi menggenggam tanganku,
“Apa
yang kau pikirkan?” Nagi menatapku dengan mata yang menurutnya menggoda, dan
itu tidak mempan untukku.
“Umh..aku hanya berpikir bagaimana aku bisa menulis”
jawabku datar, aku merasa mata-mata tajam menusuk ke punggungku, Lisa menatap
kami dengan tatapan seakan membunuh. Oh god..aku harap dia segera sadar arah
panahnya salah sasaran. Mungkin yang lain mengira, nggak terkecuali Lisa bahwa
Nagi menyukaiku. Tapi, bagiku ya beginilah Nagi cowok slengekan, yang baik
hati, dia adalah tipe orang yang sebisa mungkin baik kepada semua orang
termasuk aku, sahabatnya yang yatim.
“Baiklah, aku meminjam tangan ini, dan aku akan mengingat
semua yang dikatakan dementor itu, setuju?” aku terdiam menatapnya, toh
kularangpun dia bakal tetap kekeh sama kemauannya, tapi apa dia gak sadar
perlakuannya yang flamboyan ini bisa membunuhku?
# # #
0 komentar:
Posting Komentar